PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Etika
bisnis adalah serangkaian nilai moral yang akan membentuk perilaku perusahaan.
Perusahaan menciptakan produk/jasa tidak boleh melanggar hak kekayaan
intelektual dan para pengelola perusahaan dituntut lebih profesional dalam
menjalankan bisnis melalui melalui tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance).
Setiap
pelaku bisnis wajib mempunyai etika bisnis, baik itu pengusaha besar yang
tingkat produksi yang pemasarannya luas dan tidak terkecuali pedagang kecil
seperti PKL (Pedagang Kaki Lima). Karna dengan adanya etika bisnis kegiatan
usaha akan berjalan lancar.
Pedagang
kaki lima merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam wujud sektor informal yang
membuka usahanya di bidang produksi dan penjualan barang dan jasa dengan
menggunakan modal yang relatif kecil serta menempati ruang publik. Sebagaimana
sektor informal lainnya, pedagang kaki lima juga banyak menyerap tenaga kerja
yang cukup tinggi.
Dalam
kegiatan para PKL sering terjadi hal-hal yang tidak baik seperti melanggar
peraturan-peraturan contohnya, kehadiran PKL dianggap sebagai kambing hitam permasalahan
kesemrawutan kota itu yang terjadi di kota besar, PKL sebagai objek penertiban
dan harus disingkirkan, kerena kehadiran PKL menyebabkan kemancetan lalu
lintas, mendatangkan sampah atau bahkan lingkungan masyarakat kumuh kota, dan
sumber kemacetan lalu lintas di tiap jalan umum.
TEORI
Pengertian
Pedagang Kaki Lima
Pedagang
Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan
yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki
pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga
“kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).
Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Sebenarnya
istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan
pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun
hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar luas untuk pejalan
adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Dari segi
ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL dapat diserap
tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam mendapatkan
penghasilan. Dari segi sosial dapat dilihat jika kita rasakan bahwa keberadaan
PKL dapat menghidupkan maupun meramaikan suasana. Hal ini menjadi daya tarik
tersendiri, selain itu dalam segi budaya, PKL membantu suatu kota dalam
menciptakan budayanya sendiri.
PKL
keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa
alasan, yaitu diantaranya:
1. Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan
untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu
sendiri.
2. PKL membuat tata ruang kota menjadi
kacau.
3. Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi
kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan
kerapihan kota.
4. Pencemaran lingkungan yang sering
dilakukan oleh PKL.
5. PKL menyebabkan kerawanan sosial.
Pengertian
Penggusuran
Penggusuran
adalah pengusiran paksa baik secara langsung maupun secara tak langsung yang
dilakukan pemerintah setempat terhadap penduduk yang menggunaan sumber-daya
lahan untuk keperluan hunian maupun usaha.
Penggusuran
terjadi di wilayah urban karena keterbatasan dan mahalnya lahan. Di wilayah
rural penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek prasarana besar
seperti misalnya bendungan.
Di kota
besar, penggurusan kampung miskin menyebabkan rusaknya jaringan sosial
pertetanggaan dan keluarga, merusak kestabilan kehidupan keseharian seperti bekerja
dan bersekolah serta melenyapkan aset hunian. Penggusuran adalah pelanggaran
hak tinggal dan hak memiliki penghidupan. Dialog dan negosiasi dengan pihak
atau masyarakat terkait dilakukan untuk menghindari penggusuran.
Akan tetapi,
penggusuran adalah hal yang mutlak untuk menanggulangi penduduk liar. Hal ini
karenakan mereka sama sekali tidak membayar tanah. Dan lagi, mereka harus
dipulangkan ke daerah asalnya, seperti transmigrasi
Penggusuran
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Konsentrasi penguasaan asset berupa tanah
atau rumah oleh pemilik modal/penguasa atau pemberian hak kepada segelintir
orang
2. Penataan ruang, seperti perubahan/alih
fungsi ruang
3. Ketertiban dan keindahan
4. Penggunaan untuk kepentingan umum
5. Penelantaran Tanah
6. Pemerintah Tidak Konsisten Menjalankan
Undang-Undang Pokok Agraria
Contoh Kasus
Dalam kasus
ini saya akan menjelaskan tentang penggusuran usaha yang ada di
pinggiran/bantaran kali yang ada di daerah rumah saya yaitu kalisari jakarta
timur. Dalam penggusuran ini memang tidak terlalu heboh seperti penggusuran
lahan besar lainnya, tetapi tetap ada adu argumen terhadap pemilik usaha dengan
satpol pp. Pemilik usaha yang digusur seperti bengkel, pedagang kaki lima,
tempat makan tetap melakukan perlawanan walaupun bukan perlawanan fisik. Mereka
merasa kurang terima dengan digusurnya tempat usaha yang telah dipakainya
bertahun – tahun ini. Beberapa dari mereka tetap beradu argumen dan beberapa
lainnya merapikan barang – barangnya untuk dibawa pergi. Memang sebelumnya
sudah diberi pemberitahuan kalau akan ada penertiban, tetapi mungkin tetap
dihiraukan. Setelah adu argumen yang cukup lama para pemilik usaha pun mengalah
semuanya dan pergi meninggalkan tempat usahanya, para pemilik usaha tetap
diberikan kopensasi dari penggusuran tersebut. Tidak lama kemudian daerah
tersebut rata dengan tanah lalu dilanjutkan dengan perluasan daerah kali.
ANALISIS
Pedagang
kaki lima (PKL) dikategorikan sebagai sektor non-formil atau informal perkotaan
yang belum terwadahi dalam rencana kota yang resmi, sehingga tidaklah
mengherankan apabila para PKL di kota manapun selalu menjadi sasaran utama
pemerintah kota untuk ditertibkan. Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL
mempunyai kekuatan atau potensi yang besar dalam penggerak roda perekonomian
kota sehingga janganlah dipandang sebelah mata bahwa PKL adalah biang
kesemrawutan kota dan harus dilenyapkan dari lingkungan kota, dan perlu
dicermati pula bahwa kemacetan tersebut tidak semata karena adanya PKL.Ternyata
keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu bagi orang yang kelas
menengah kebawah, dan harus dipikirkan
bersama bagaimana dengan potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan
sebagai suatuelemen pendukung aktivitas perekonomian kota.
Sumber :
Penertiban
yang dilakukan petugas tidak hanya sekali saja, tetapi beberapa kali karna para
PKL kembali lagi berjualan ditempat yang tidak sesuai. Para PKL melanggar
peraturan dengan alasan ingin mendapat keuntungan dengan berjualan di
tempat-tempat stategis sehingga meningkatkan pendapatan mereka. PKL yang tidak
terima ditertibkan seringkali melakukan perlawanan kepada petugas yang
menertibkan, dan tidak jarang terjadi keributan sehingga kegiatan penertiban
tidak kondusif.
Dari kasus
diatas dapat dianalisis dari segi etika bisnisnya, yaitu berdagang dengan cara
yang tidak menimbulkan kerugian terhadap orang lain, contohnya berdagang di
tempat yang tidak sesuai seperti trotoar yang menghalangi pejalan kaki,
berjualan di pinggir-pinggir jalan sehingga menimbulkan kemacetan dan
sebagainya.
Sebaiknya
pemerintah melakukan penertiban PKL utuk dipindahkan ketempat yang sesuai untuk
bergagang tanpa menimbulkan hal-hal yang negatif dan pastinya harus strategis.
Dan untuk pedagang dapat berjualan ditempat yang sudah ditentukan tanpa harus
takut barang dagangannya tidak laku.
Dengan itu
kehadiran PKL tidak lagi meresahkan masyarakat sekitar dan pemberdayaan PKL
menjadi lebih dipentingkan lagi. PKL yang menerapkan etika bisnis akan membuat
kegiatan bisnis menjadi lancar dan menghasilkan keuntungan.
REFERENSI
http://gyka04.blogspot.co.id/2014/06/tugas-kelompok-makalah-etika.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Penggusuran (diakses tanggal 28 Desember 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima
(diakses tanggal 28 Desember 2016)